Waktu terasa begitu cepat saat menyadari Bayi kita yang tadinya tak berdaya mulai tumbuh menjadi Individu baru yang mandiri. Ia mulai terlihat menarik diri dari Keluarga, tidak sedekat sebelumnya, mulai sulit dinasehati, mulai ada rahasia lalu mulai terlihat suka dengan lawan jenis. Lalu apa persiapan kita sebagai Orang tua menyikapi hal tersebut?
Banyak tantangan yang dihadapi Orang tua saat membesarkan anak, salah satunya saat anak sudah mulai mengenal lingkungan lain selain Keluarga. Ia mulai memiliki pembanding lain yang membuatnya merasa nyaman, percaya dan cinta selain Keluarganya sendiri. Ini fase yang pasti dilewati mereka, dan penting untuk kita tahu cara menghadapinya.
Seiring berkembangnya zaman, gizi yang baik dan banyaknya rangsangan terutama dari sosial media yang didapat anak, membuatnya menjadi baligh (dewasa) lebih cepat dari masa sebelumnya. Jika dulu di usia sekitar 13 tahun anak baru mengalami puberitas, saat ini berdasarkan keterangan dari ibu elly risman, anak umur 10 tahun bahkan sudah acting out (melakukan apa yang mereka lihat dan ingin tahu rasanya). Sehingga berdasarkan data bahwa sekitar umur anak tk (5/6 tahun) mereka sudah mulai tertarik pada lawan jenis.
Apa konsep pacaran yang diketahui anak-anak?
Apa yang mereka tahu soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika “berpacaran”?
Hasil riset yang disampaikan oleh Ibu Elly Risman, seorang Psikolog Keluarga, bahwa Jakarta termasuk dari 3 Kota selain Hanoi dan Bangkok yang anak- anaknya menggunakan social media dan gadget untuk berpacaran sehingga mudah melakukan sex sendiri ataupun berkelompok.
Dan yang tidak kalah mengejutkan lagi adalah riset ini menunjukkan anak-anak yang melakukan hal tersebut di usia 10-14 tahun. Maka HP atau gadged yang difasilitasi Orang tua menjadi gerbang besar mereka menuju informasi pornografi.
Selain itu, kata-kata “pacaran” yang sudah masuk ke telinga anak sejak dalam kandungan sampai dia lahir dan tumbuh, memiliki pengaruh penting juga. Lingkungan terbiasa menganggap remeh soal cerita anak-anak yang belum cukup umur untuk saling suka lalu berpacaran. Sebagian orang bahkan sudah menganggap biasa hal tersebut. Dari fakta diatas, menjadi penting untuk Orang tua mulai menganggap hal ini bukan lagi lelucon dan ini harus dipikirkan dan ditanggapi secara serius.
Anak usia 2,5 tahun sudah dapat dibekali pelajaran yang berhubungan dengan seksualitas. tentunya ini disampaikan dengan perlahan, lembut dan disesuaikan dengan usianya. Anak mesti paham tentang konsep diri. Membuat mereka tahu bahwa dia berharga atau tidak, bisa dilihat dari kata-kata yang keluar dari kita sebagai Orang tua kepada mereka setiap hari.
Kemudian kemampuan berpikir kritis, jelaskan mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan beserta alasannya. Lalu yang terpenting adalah mengenalkan pengetahuan Agama bukan hanya sepintas. Jelaskan mengenai anggota tubuhnya, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dilihat, dipegang, juga soal haram dan Halal. Membesarkan Anak di era digital/ generasi Platinum menuntut Orang tua mengikuti perkembangan teknologi agar mampu melakukan pengawasan yang sesuai.
Jangan sampai Anak kita gampang terpengaruh oleh hal yang tidak baik karena hatinya kosong, tidak memiliki ilmu dan tidak cukup kedekatan kepada Tuhan dan Keluarga sehingga mendapatkan kenyamanan dan kepercayaan dari luar yang akan menyebabkan Anak sulit terpantau.
Sumber terjadinya “jatuh cinta diusia yang belum tepat” adalah:
- Orang tua abai
- Anak difasilitasi media untuk mencari informasi tanpa batas ( HP dan Gadget)
- Anak tidak berbekal ilmu Agama yang cukup
- Kurang atau gagalnya komunikasi antara Orang tua dan Anak
Di era digital seperti sekarang ini, Anak pasti lebih kritis dan Orang tua mesti melakukan komunikasi kepada Anak melalui pendekatan Agama dan juga Biologi dengan jelas dan disertai alasan yang masuk akal. Sehingga bisa masuk ke hati Anak. Menurut Ratih Ibrahim selaku Psikolog Anak, penting untuk membangun Investasi sebelumnya dari Anak saat masih usia dini mengenai trust, engagement dan bonding sehingga saat Anak mulai ada perubahan sikap dan kebiasaan, Orang tua bisa cepat membaca lalu cepat juga mengambil sikap.
Kalau sudah terlanjur bagaimana?
- Dikoreksi secara lebih cool, jangan posesif berlebih dan membuat Anak tidak nyaman. Dikhawatirkan ia akan mendapatkan kenyamanan ditempat lain, dan ini yang lebih bahaya.
- Terus lakukan pemantauan, bisa lewat teman-teman dan sosial medianya. Tanpa diketahui anak tersebut pastinya.
- Mendekat, datangi, beri pelukan hangat dan buat ia nyaman untuk bercerita. Buat ia relax, nyaman dan aman bersama kita sebagai Orang tua.
- Undang kembali kerinduan dia terhadap Keluarga
- Terus konsisten dengan value parenting kita dengan baik
- Pastikan kepadanya bahwa true friends mereka adalah kita
Keterbukaan Orangtua terhadap Anak itu sangat penting ya Sobat Female, hindari gengsi, terutama untuk meminta ma’af jika memang salah. Komunikasi yang baik dari Orangtua kepada Anak, akan memancing Anak untuk memberikan timbal balik yang sama.
Saat Anak merasa nyaman dan aman kendali akan lebih mudah dipantau oleh Orang tua. Jangan sampai terlambat mengawasi pertumbuhan dan pergaulannya di luar.
(Britannia/FDA)