RUU TPKS Disahkan DPR RI, Oase Bagi Perempuan Indonesia

Setelah penantian bertahun-tahun belum kunjung disahkannya Rancangan Undang – Undang Pidana Kekerasan Seksual ( RUU PKS) Pada hari ini, 12 April 2022 disahkan melalui Rancangan Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) oleh DPR RI yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021 – 2022.

Pengesahan ini adalah oase bagi masyarakat Indonesia khususnya perempuan yang berharap keadilan dan memberantas segala isu kekerasan dan pelecehan seksual yang marak terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.

Mengutip dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dinyatakan oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga, bahwa ada beberapa terobosan dalam RUU TPKS, sebagai berikut:

1. Adanya proses kualifikasi jenis tindak pidana seksual dan tindak pidana lainnya sesuai dengan aturan perundang – undangan lainnya. Dengan demikian satu sama lain menjadi terintegrasi dan ada proses yang dilakukan secara menyeluruh sehingga tak merugikan pihak korban yang selama ini masih terabaikan hak-hak utamanya dalam memperoleh poin pembelaan.

2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan tanpa intimidasi dalam pengaturan hukum mulai tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang di pengadilan. Dengan demikian, taka da lagi yang merasa dipojokkan pada proses peradilan yang ditempuh.

3. Negara menjamin dan mengakui hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan sesuai dengan kebutuhan korban. Negara hadir sepenuhnya di saat korban tak mempunyai pelindung yang kuat dan memadai. Baik secara moril maupun materil.

4. Perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

Dengan disahkannya RUU TPKS ini, masyarakat harus tersosialisasi sebab jika masyarakat melek undang – undang, tak aka nada lagi ketakutan untuk bersuara saat ingin mengadukan segala tindak kekerasan seksual yang dialaminya. Tanpa kecuali siapapun yang melakukannya sudah ada undang-undang yang akan melindunginya.

Bagi yang selama ini merupkan korban pemerkosaan yang dipaksa untuk dinikahkan, dapat membela diri jika hal itu malah memperkeruh keadaan, demikian pula pada saat seorang istri dipaksa memakai alat kontrasepsi, dapat memberikan alasan kuat kondisi ketidaknyamanannya memakai alat tersebut. Bahkan pelecehan seksual non fisik pun dilindungi dalam RUU TPKS ini.

Agar terus ada penyempurnaan, semua pihak wajib mengawal RUU TPKS ini agar ada evaluasi berkelanjutan demi melindungi perempuan dan anak Indonesia agar lebih terlindungi dari segala aspek. Masyarakat pun wajib memberikan kritik saran pada pos-pos pengaduan jika ada yang kurang dari elemen undang-undang yang berisi 8 BAB serta 93 Pasal ini.

Belum sempurnanya RUU TPKS ini mengingat ada dua poin yang belum dimasukkan, yakni tentang aborsi dan pemerkosaan. Diharapkan dalam waktu dekat ada penyempurnaan yang lebih kuat agar dapat berjalan beriringan. Namun bagaimanapun, dengan lebih cepatnya disahkan RUU TPKS ini, memberikan titik cerah bagi perempuan Indonesia. Setidaknya, perlindungan sudah dikantongi dan para korban mempunyai amunisi yang menjadi alasan kuat untuk membela diri dari perenggut hak-haknya sebagai perempuan.

Masih menjadi “pekerjaan rumah’ bagi semua pihak untuk tetap mengawalnya agar RUU TPKS ini berfungsi dengan maksimal. Jika perempuan terlindungi, anak-anak Indonesia pun akan menjadi generasi berkualitas dan melalui proses tumbuh kembangnya dengan baik. Mari bergandengan tangan untuk saling memperkuat RUU TPKS ini dengan saling memberikan informasi dan saling mengedukasi dimulai dari lingkungan terdekat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *