Indonesia memiliki beragam kekayaan sumber daya alam, budaya, adat istiadat serta masyarakatnya menjadi inspirasi terbesar dari tiga desainer muda berbakat dalam koleksi terbaru, Dio Living. Melihat kekayaan Indonesia yang sangat luar biasa, dengan bahan baku perabot yang sudah diakui di seluruh dunia, Dio Living meluncurkan koleksi furnitur yang penuh akan keberagaman budaya, kekayaan alam Indonesia dan kearifan lokal.
Hal inilah yang menjadi dasar Dio Living di Indonesia, produsen furnitur asli Indonesia yang ingin memperkenalkan dan mempromosikan kembali pesona dan keberagaman budaya asli Indonesia ke kancah internasional.
“Dio Living, selain merupakan satu brand baru yang mengemban kearifan lokal Indonesia, juga merupakan gerakan di mana kami ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk mencintai Indonesia tanpa titik dan tanpa batas sehingga dengan bangga didapat di bawah ke kancah internasional.” Jelas General Manager Dio Living Hansen Partison.
Lewat tiga koleksi pertama yang didesain oleh desainer produk anak bangsa terpilih, yang terinspirasi dari tiga daerah di Indonesia, yaitu Minahasa di Sulawesi Utara, Musi Banyuasin di Sumatera Selatan, dan Tabanan di Bali.
Sang manajer memiliki harapan besar agar kebudayaan dan kekayaan pada daerah-daerah tersebut dapat dikenal dalam kehidupan sehari-hari lewat produk-produk desain yang dihasilkan. Terinspirasi dari budaya Indonesia yang beragam dan berbeda-beda, terdapat tiga daerah pertama yang dipresentasikan Dio Living sebagai produk perabotnya.
Musi Banyuasin
Pertama, Musi Banyuasin karya dari Hendro Hadinata yang terinspirasi dari Sungai Musi, Pulau Kemaro di mana budaya Tionghoa hidup yang berdampingan dengan budaya dan tradisi masyarakat Palembang. Rata-rata masyarakat sehari-hari berprofesi sebagai nelayan, beberapa desain pada koleksi ini terpengaruh dengan bentuk sampan dan perahu.
Filosofi seperti hewan kerbau dipilih karena dipercaya membawa kesuburan dan menolak malapetaka, sedangkan hewan tapir adalah fauna asli Sumatera Selatan, menjadi dasar ide koleksi Musi Banyuasin ini, melalui rangkaian aksesori dan furnitur yang memiliki warisan leluhur Indonesia yang ditafsirkan ke gaya hidup modern.
Tabanan
Selanjutnya ada karya dari Cynthia Margareth, yaitu Tabanan terinspirasi dari Kabupaten Tabanan di Bali. Desainnya yang khas diterjemahkan dari filosofi yang dianut oleh masyarakat, yaitu Tri Hita Karana, merupakan penghormatan masyarakat terhadap alam.
Terdiri dari Pawongan (hubungan antar manusia), Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), juga Palemahan (hubungan manusia dan alam). Hebatnya lagi, setiap furnitur di Tabanan ini terinspirasi dari Sanggah/Pamerajan, yang merupakan tempat suci, dan Gapura. Serta suasana pantai lengkap dengan sunset juga menjadi inspirasi dalam koleksi ini.
Minahasa
Lalu ada koleksi dari Eugenio Hendro, ia menafsirkan kebudayaan dan alam di Minahasa dengan tampilan yang baru dan unik. Terinspirasi dari suku Minahasa, Rumah Adat Woloan, Kolintang, serta keindahan biota laut di Manado.
Setiap koleksi menceritakan bagian Indonesia yang berbeda dan merupakan penghormatan terhadap warisan budaya Indonesia yang telah berabad-abad.
Terakhir, Dio Living lebih mengedepankan perabotan berkualitas tinggi dan konsep budaya Indonesia yang kaya pada setiap detail produknya melalui kualitas Desainer dan hasil karya Indonesia. Oh, iya harga produk-produk Dio Living ini sangat bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga sofa mulai dari dua juta rupiah. Yuk, dukung produk-produk lokal asli Indonesia!
(Yopi Saputra/Images : Doc. Dio Living, Femaledigest)