Berbeda Bukan Berarti Tidak Berteman

Sosialisasi anti bullying kembali dilaksanakan di SMPN 32 Depok pada 24 Februari 2025 oleh kolaborasi komunitas “Ibu Aling” yang terdiri dari Komunitas The Founders, Adalah Keluarga, Depok Membaca Nyaring, Female Digest, Kumpulan Emak Blogger, MomaKECE Community, Preemie Warrior dan Wonderful Team. Tema yang diangkat adalah menekankan pada menyikapi perbedaan yang bukan menjadi penghalang dalam berteman. Bertajuk “Berbeda Bukan Berarti Tidak Berteman” yang dihadiri oleh puluhan pengurus OSIS (Organisasi Intra Sekolah) SMPN 32.

Kepala Sekolah Eva Juariah, M.Pd menyatakan dalam sambutannya bahwa peserta sosialisasi yang diikutsertakan merupakan para pengurus OSIS agar mereka dapat menjadi agen perubahan bagi teman-temannya sekaligus agar lebih efektif dalam proses penyampaian komunikasi terkait materi anti perundungan dari para narasumber pengisi acara.

Narasumber yang memberikan pengayaan dalam sosialisasi ini terdiri dari Psikolog Klinis Risna Rizania, M.Psi., Psikolog dan Redaktur Femaledigest.com Hanisah Sukmawati. Penyampaian materi dilakukan secara interaktif dan intim dengan menggunakan metode role play.

Hanisah Sukmawati, Redaktur Female Digest

Pada sesi pertama, Hanisah Sukmawati menyampaikan materi terkait literasi digital yang dikaitkan dengan bagaimana anak usia sekolah menyikapi informasi yang beredar di platform digital seperti sosial media. Terkadang banyak sekali informasi yang memengaruhi sikap anak yang cenderung merasa terintimidasi, impulsif hingga FOMO sekadar untuk ingin memperoleh validasi dan bisa mendapatkan banyak teman. Padahal, semua informasi di media sosial harus bisa disaring dan dicerna terlebih dahulu.

Dalam sesi yang literasi digital ini juga diharapkan para peserta dapat mendeteksi cyberbullying dan berbagai risiko lainnya dari berselancar dalam dunia maya. Hanisah Sukmawati mengajak para peserta untuk menggunakan platform digital sebagai sarana untuk mendukung proses berkarya dan mendukung kegiatan belajar secara positif agar terhindar dari aksi perundungan baik sebagai pelaku maupun sebagai korban.

Psikolog Klinis Risna Rizania, M.Psi., Psikolog

Pada sesi berikutnya Psikolog Risna Rizania menyampaikan materi dengan cara yang sangat interaktif. Semua peserta dilibatkan dalam berbagai aktivitas menarik, mulai dari membuat rumusan masalah yang sering terjadi dalam aksi perundungan, asesmen singkat hingga diskusi. Seluruh peserta yang dibagi dalam 10 kelompok diarahkan untuk membuat program anti perundungan bagi sekolahnya dan melakukan presentasi atas ide program yang dibuat tersebut.

Permainan role play dirancang untuk meningkatkan empati siswa terhadap korban bullying dan mengajarkan mereka bagaimana merespons situasi yang tidak adil di lingkungan sekolah.

Tujuan Role Play

·         Membantu siswa memahami perasaan korban bullying.

·         Mengajarkan bagaimana cara yang tepat dalam merespons dan mencegah bullying.

·         Melatih keterampilan komunikasi asertif dan kerja sama dalam situasi sosial.

·         Mendorong keberanian untuk membela teman yang mengalami ketidakadilan.

Bagaimana Role Play Meningkatkan Empati?

Dalam permainan ini, siswa diberikan berbagai skenario bullying yang mungkin terjadi di sekolah, seperti bullying verbal, sosial, atau cyberbullying. Mereka diminta untuk memainkan peran sebagai korban, pelaku, pengamat atau pembela. Dengan menjalani peran ini, siswa akan lebih memahami bagaimana rasanya berada dalam posisi korban dan menyadari dampak negatif dari tindakan bullying.

Setelah permainan selesai, sesi diskusi dilakukan untuk membahas:

·         Bagaimana perasaan mereka selama bermain peran?

·         Apa yang bisa dilakukan jika menghadapi situasi serupa di kehidupan nyata?

·         Bagaimana peran pengamat dan pembela dalam mencegah bullying?

Hasil yang Diharapkan

Dengan memainkan skenario ini secara langsung, siswa dapat mengembangkan perspektif yang lebih luas terhadap perbedaan sosial, memahami pentingnya bersikap peduli terhadap teman, dan belajar bagaimana bersikap proaktif dalam menciptakan lingkungan sekolah yang lebih suportif dan aman dari bullying.

Permainan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga melatih siswa dalam mengambil tindakan nyata untuk mencegah bullying, mulai dari sikap yang lebih empatik hingga keberanian untuk melawan ketidakadilan di sekitar mereka.

Psikolog Risna Rizania menyatakan “Kegiatan di SMPN 32 ini adalah langkah nyata dalam mengedukasi masyarakat, khususnya anak-anak usia sekolah, tentang bahaya bullying dan bagaimana cara mencegahnya. Anak-anak adalah kelompok yang rentan terhadap bullying, baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar, sehingga kesadaran untuk mencegahnya harus ditanamkan sejak dini. Kegiatan ini juga bersifat swadaya dan sosial, yang menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari inisiatif bersama tanpa harus menunggu program formal dari lembaga tertentu. Saya berharap kegiatan serupa dapat terus dilakukan, termasuk melalui komunitas seperti Female Digest dan Ibu Aling agar pesan anti-bullying semakin luas dan dapat menginspirasi lebih banyak individu untuk mengambil peran dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan suportif. Pencegahan bullying harus dimulai dari diri sendiri, dengan membangun empati, keberanian untuk berbicara dan dukungan terhadap sesama.”

Kegiatan sosialisasi anti perundungan bersama Kolaborasi Komunitas Ibu Aling masih akan berlangsung ke berbagai satuan pendidikan dengan fokus pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah menengah Pertama karena anak-anak dan remaja sangat memerlukan perhatian yang lebih holistik.