Saat masuk dalam perusahaan tempat bekerja, Dina sudah merasa yakin dirinya memberi kontribusi maksimal. Bagaimana tidak? Berbekal nilai IP tinggi dan lulus Cum Laude. Selain itu, hasil magang pun nilainya A dan sederet pencapaian prestasi yang tak akan menyulitkan dirinya untuk mengerjakan pekerjaan sesuai bidang dengan latar belakang pendidikan yang disandang. Suatu saat, perusahaan mengalami goncangan, setiap departemen kacau dan membutuhkan solusi cepat untuk menanganinya.
Dina yang introvert dan kaku kesulitan menyampaikan ide cemerlang yang ada di pikirannya. Cenderung tidak percaya diri dan takut salah. Ia pun merasa hal itu bukan tanggung jawabnya. Menurutnya, ada satu departemen yang lebih tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kecenderungan Dina dengan kondisi di atas, Dina siap bekerja secara hard skills tetapi untuk soft skills seperti rasa empaty, kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah tidak dipunyainya. Sehingga apa yang ada dibenaknya, walau berkumpul ide briliant tetap tak berpengaruh pada kondisi perusahaan karena Dina tidak berani mengutarakannya dan cenderung individualistis serta kaku. Ia menaggap itu bukan tugasnya. Padahal setiap departemen pekerjaan bisa saling bantu dan memberi masukan.
Membangun soft skills bisa ditanamkan orangtua pada anak sejak dini. Membiasakan untuk selalu peduli lingkungan sekitarnya. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti tidak membuang sampah sembarangan, membantu mengambilkan jemuran orang lain yang jatuh ke jalan dan menaruh pada tempatnya, membantu sesama yang membutuhkan dan dilatih pada situasi sulit untuk mandiri menemukan solusi. Poin-poin ini bisa diajarkan perlahan-lahan sejak anak masih kecil.
Jika telanjur sudah remaja atau dewasa, belum terlambat. Soft skills bisa diterapkan dengan melatih rasa kepercayaan diri dan melatih hidup mandiri tanpa tergantung orang lain dalam memecahkan suatu masalah. Kecuali jika kepepet.
Soft skills sangat penting dalam menunjang masa depan karir. Menurut Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing Mendikbud RI, Ananto Kusuma Seta, keseimbangan antara hard skills dan soft skills bisa dipelajari dengan pembiasaan diri dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sukarela. Misalnya, menjadi sukarelawan dalam kegiatan amal atau mempelajari banyak bahasa asing yang bisa memberi sudut pandang banyak dan memahami banyak budaya.
Jika poin-poin menyangkut soft skills terpenuhi, keberhasilan karir dalam era persaingan ketat, apalagi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tidak akan menemui kesulitan beradaptasi karena mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan. Lebih utama lagi, kemampuan berkolaborasi menjadi poin besar dalam membangun karir.