Matahari belum terlalu tinggi ketika FD berkunjung ke rumah Ibu Ngesti Setyo Murni atau lebih akrab disapa Ibu Nini di lingkungannya. Beliau adalah aktivis lingkungan independen yang menyukai tanaman sejak kecil. Buatnya, tanaman adalah bagian dari hidupnya yang tak akan pernah terpisahkan.
Masuk gerbang sudah disambut sejuknya pepohonan hijau. Ada pohon melinjo, matoa, sawo, jambu sampai tanaman-tanaman kecil seperti cabe rawit, daun kenikir, daun mangkokan dan sejumlah tanaman hias lainnya.
Menuju ruang tamu, disapa gemericik air dari beberapa pot bunga yang mengalir ke kolam mungil berisi ikan hias. Menurut Ibu Nini, ini adalah tanaman berkonsep Akuaponik.
Obrolan dimulai dengan awal kiprah Ibu Nini sebagai pencinta lingkungan yang diawali dengan keprihatinannya melihat kondisi alam yang semakin tak terjaga, global warming yang sampai tahap urgent dan perilaku manusia yang tak peduli dengan kondisi lingkungan yang mulai renta dan rusak.
“Alam bisa memberi timbal balik jika kita peduli dan menjaganya. Kesegaran alam dari aroma tumbuhan, arah mata angin dan cuaca akan bersinergi memberi sinyal kekuatan untuk kesehatan manusia. Berdialog dengan alam bukan hal yang absurd tentunya dialog dilakukan dengan cara memperlakukan tumbuhan dan ekosistem alam dengan baik. Misalnya, menjaga kelestariannya dan tidak serakah dalam mengambil lahan sehingga habitat alami tersingkirkan.” Kata Ibu Nini.
Mantan pramugari sebuah maskapai penerbangan di era 80-an ini peduli lingkungan dimulai dari tempat tinggalnya sendiri di Bukit Pamulang Indah. Beliau bersama tetangganya membuat komunitas lingkungan berbasis masyarakat. Memanfaatkan lahan taman di sekitar perumahan untuk ditanami berbagai tumbuhan dan dikelola bersama.
“Komunitas peduli lingkungan Bukit Pamulang Indah awalnya berjalan lancar, kegiatan reguler selalu jalan dengan lebih kurang 40 anggota. Namun seleksi alam terjadi, mungkin karena ini organisasi non profit maka anggota berguguran dan sekarang tinggal saya dan seorang teman saja yang meneruskan.” Ujar Ibu Nini
Dukungan anggota komunitas yang berguguran tak menyurutkan semangatnya untuk menjaga alam dan berkegiatan peduli lingkungan supaya dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Ibu Nini tetap mengelola pertamanan di lingkungannya dan merambah ke pengelolaan sampah domestik untuk dijadikan pupuk.
Merasa pengalamannya dalam mengelola lingkungan dan sampah domestik sudah cukup banyak, Ibu Nini bertekad untuk membagikan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai ajang edukasi untuk masyarakat. Beliau membagikan ilmu dan pemgalamannya mulai antar Rukun Tetangga lalu antar Kecamatan dan meningkat ke area yang lebih luas.
Ilmu yang dibagikannya mengelola lingkungan, mulai menanam tanaman dengan berbagai tekhnik, seperti tanaman biasa, hidroponik, akuaponik, membuat lubang biopori dan cara mengolah sampah domestik di rumah menggunakan mesin penghancur sampah organik yang dibuat sendiri.
Walikota Tangerang Selatan pada akhirnya melihat kegiatan Ibu Nini yang memberi manfaat terhadap lingkungan dan banyak mengedukasi masyarakat secara mandiri, Beliau diajak menjadi Anggota PKK Kota Tangerang Selatan untuk Bidang Lingkungan. Dari sana, beliau menjamah lebih luas lagi masyarakat untuk diedukasi tentang lingkungan.
Tetapi dukungan pemerintah bukanlah prioritas dalam kegiatan lingkungan yang dilakukannya. Ibu Nini lebih mengedepankan fleksibilitas waktu dan pergerakan dalam berbagi kemampuan ke berbagai daerah. Sekalipun yang sulit terjangkau.
“Keanggotaan saya di PKK tidak berlanjut sampai sekarang karena pertimbangan waktu yang ingin saya setting lebih fleksibel supaya bisa lebih leluasa berbagi ke tempat-tempat yang belum terjangkau. Tapi sinergi dengan pemerintah tetap berjalan cuma tidak berada di bawah payung PKK lagi” Ujarnya.
Perempuan kelahiran 1955 ini tetap semangat berjuang walau tanpa donasi atau dukungan materi dari pihak mana pun, apa yang dilakukannya semata demi lingkungan yang terjaga. Ia peduli dengan sekitar rumahnya, menanam berbagai tanaman buah, umbi-umbian dan sayuran, siapa pun bisa mengambilnya.
“Saya lebih suka menanam pohon yang bisa dimanfaatkan, bukan sekadar untuk berteduh, misalnya untuk tanaman buah dan sayuran, orang-orang yang lewat di taman umum perumahan boleh mengambil dan memakannya, anggap saja sebagai amal.” Ujarnya.
Buruan Ibu Nini setiap bepergian selalu membeli bibit-bibit tanaman, entah itu cabe, jeruk dan lain sebagainya. Ia sering memborongnya dan dibagikan ke tetangga atau teman untuk ditanam di rumah masing-masing.
Niat baiknya tak hanya menuai dukungan positif, kadang ada yang berprasangka buruk terhadap aksinya. Ibu Nini menganggapnya sebagai tantangan dan ujian. Banyaknya undangan menjadi pembicara masalah lingkungan di beberapa tempat, itu pun disikapinya tanpa pamrih. Ia dengan senang hati berbagi tata cara menanam tanaman dengan berbagai konsep termasuk tata cara pengelolaan sampah lokal secara mandiri.
“Yang penting apa yang saya lakukan tidak ada maksud untuk menuai kepentingan diri sendiri, saya tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Selagi tidak merugikan, saya akan tetap maju dan ikhlas melakukannya walau memakai biaya sendiri atau mengeluarkan tenaga dan perasaan.” Ungkapnya.
“Saya mewakafkan sisa usia saya untuk berjuang demi lingkungan yang sehat dan terjaga. Saya juga berpesan kepada anda semua, mulailah menjaga lingkungan dari rumah sendiri, bumi sudah semakin panas, kasihan anak cucu kita kelak. Jangan menjadikan alasan tidak punya halaman. Menanam di pot bisa, di botol bisa bahkan di talang air pun bisa. Untuk sampah mulailah memilah sampah organik untuk dijadikan pupuk” Pungkas Ibu Nini.
Usai berbincang dengan Ibu Nini, FD pun diajak untuk berkeliling rumahnya yang asri sambil melihat-lihat pepohonan dan jenis-jenisnya.