Sobat Female, Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT hingga saat ini justru yang sering terangkat hanya KDRT yang melibatkan faktor kekerasan fisik, sementara banyak individu yang mengalami kekerasan secara psikis yang faktornya adalah kekerasan verbal tanpa menyentuh fisik. KDRT psikis memerlukan banyak perhatian juga mengingat dampaknya lebih berbahaya dari KDRT fisik karena KDRT psikis berhubungan erat dengan perasaan mendalam, mental hingga kestabilan emosi yang bersifat jangka panjang.
Kabar baiknya, KDRT psikis di Indonesia telah tercantum dalam undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pada UU No.23 Tahun 2004 Pasal 7 yang artinya, korban KDRT psikis sudah tersedia penanganan yang lebih nyata walau pada prosesnya memerlukan alat bukti yang bisa didapat dengan berbagai langkah yang tidak mudah. Namun hal ini menjadi satu langkah solusi dibandingkan dengan beberapa kasus sebelumnya yang tak tertangani dengan baik karena belum ada undang-undang yang memperkuat posisi korban KDRT psikis.
Jika Sobat Female pernah menonton serial film berjudul “MAID” yang menceritakan seorang istri juga ibu bernama Alex Russel diperankan Margaret Qualley yang sudah merasa tidak sehat dalam hubungannya dengan suaminya Sean Boyd diperankan Nick Robinson. Menghindari hubungan yang tidak sehat karena perselingkuhan yang terang-terangan, caci maki setiap saat hingga hinaan secara verbal yang kerap dilakukan suaminya membuatnya nekat pergi dari rumahnya dan membawa serta putri semata wayangnya yang masih kecil. Alex bertekat untuk memulai lembaran baru.
Perjalanan Alex dalam membebaskan dirinya dari situasi yang buruk tidak mudah, bantuan sosial yang diterima dari dinas sosial sangat tidak layak. Mulai dari tempat tinggal yang mengakibatkan putrinya sakit-sakitan karena dinding berjamur dan lembap hingga nutrisi yang kurang terjamin. Tak hanya itu, Alex pun menghadapi kesulitan dan situasi yang melemahkan posisinya sebagai perempuan tidak bekerja serta ekonomi yang tidak mendukung saat mengajukan hak asuh anak secara penuh kepada institusi yang menangani secara formal. Lalu, kondisi kekerasan secara verbal yang dialami Alex tak cukup memberikan bukti karena tidak ada hasil visum seperti KDRT fisik. Institusi yang menangani tidak menerima aduan KDRT secara psikis yang tidak dapat memberikan bukti visum seperti yang dialami korban KDRT fisik.
Alex tidak mau menyerah pada keadaan, Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan apapun dikerjakannya agar dapat mempunyai penghasilan dan dapat menjadi satu poin bahwa dirinya layak memperoleh hak asuh anak secara penuh. Segala cara Ia tempuh dengan menyelesaikan satu per satu masalahnya. Selengkapnya Modusers dapat menyaksikan serial ini di platform yang tersedia.
Dari serial maid tersebut, membuktikan bahwa KDRT psikis belum menjadi perhatian fokus seperti KDRT fisik, masih banyak perempuan yang menghadapi kesulitan terkait penanganan masalah ini, mulai dari alur dan advokasinya.
Berdasarkan data SIMFONI (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) per 2022, terdapat kekerasan psikis sebanyak 9.021 kasus dari total jumlah kekerasan sebanyak 27.589. Data ini menunjukkan bahwa kekerasan secara psikis masih diperlukan sosialisasi dari mulai deteksi, pemecahan masalah, advokasi hingga pendampingan berkelanjutan.
Deteksi ciri-ciri kekerasan secara psikis
Menurut Komnas Perempuan, kekerasan secara psikis dapat terjadi saat orang-orang terdekat dalam lingkup rumah tangga terjadi ungkapan-ungkapan yang dapat mengakibatkan lawan bicaranya menjadi lemah mental, mengalami penurunan rasa percaya diri, merasa tidak berguna, tidak diharapkan dan tidak mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari anggota keluarga yang baik.
Hal ini terjadi pada pasangan, anak, cucu, ipar, menantu hingga asisten rumah tangga yang menetap dalam lingkungan keluarga tersebut bisa terjadi pada laki-laki atau perempuan. Perlakuan yang didapatkannya berupa hinaan, caci maki, kata-kata tidak patut hingga ancaman dan teror dalam bentuk halus yang dapat memengaruhi psikologis berujung depresi dan gangguan mental bahkan memicu keinginan untuk bunuh diri.
Cara pencegahan dan penyelesaian
Jika Sobat Female menghadapi situasi ini atau mendapati orang lain yang mengalami hal ini, segera lakukan langkah penyelesaian secara gerak cepat dengan mengkomunikasikan hal yang terjadi, libatkan pihak ketiga dan support system. Lakukan dulu bicara dari hati ke hati, jika tidak memberikan solusi, langsung adakan dialog terbuka dan lakukan mediasi dengan bantuan pihak yang bisa menangani proses mediasi secara bijak dan adil.
Setelah berkomunikasi, lakukan afirmasi diri. Tidak menyalahkan diri sendiri dan lihat poin-poin plus yang dimiliki. Ungkapkan pada diri sendiri bahwa kamu berharga dan memiliki banyak hal positif. Ungkapkan dalam dialog dengan diri sendiri, bisa berbicara di depan kaca saat sendiri, menulis buku diary atau menulis artikel yang diolah menjadi layak baca untuk umum.
Jika memerlukan bantuan profesional, hubungi psikolog, dokter jiwa atau institusi-institusi yang menampung berbagai aduan berbagai jenis kekerasan dalam rumah tangga.
Cara pembuktian ke pengadilan
Menurut hukumonline.com cara pembuktian ke pengadilan terkait kasus kekerasan psikis dalam rumah tangga dapat diproses melalui visum et psikiatrikum yang mana proses ini adalah hasil pemeriksaan dari dokter jiwa yang menguraikan hasil pemeriksaan medis yang dapat menjadi pengganti barang bukti suatu perkara.
Karena KDRT psikis kondisi dan bentuknya tidak dapat terlihat secara fisik, maka peran pendapat hakim terhadap kronologis korban yang diuraikan secara logis dapat menjadi pertimbangan.
Sobat Female, KDRT Psikis tidak dapat dianggap sepele karena dampaknya jangka panjang dan memerlukan beberapa tahap penanganan yang serius agar korban dapat kembali normal seperti sedia kala. Jika Sobat mengalami hal ini, lakukan tip yang sudah Female Digest uraikan di atas atau jika menemui kasus serupa pada orang lain, bantulah mereka dengan memberikan informasi dan solusi dengan bahasa yang mudah dicerna.
Kesehatan mental dan kondisi psikis yang stabil akan memberikan dampak pada keharmonisan dalam rumah tangga. Maka dari itu, semua pihak wajib terlibat dan mendukung terhadap isu ini agar tidak terus berkembang kasusnya.