Seminar Parenting, Mengatasi Sindrom Sarang Kosong

Sarang kosong atau Empty Nest sebagai analogi sebuah ruang yang hampa, sedih dan dingin. Terjadi pada sebuah kondisi saat beberapa anggota keluarga atau anak harus meninggalkan rumah karena harus belajar, bekerja atau menunaikan tugas di tempat lain jauh dari jangkauan keluarga. Termasuk pada saat anak mulai memasuki sekolah, kebiasaan orang tua terutama ibu yang sehari-hari bersama anak, saat anaknya sekolah, mengikuti kegiatan di luar sekolah berupa ekskul dan sederet kursus. Seorang ibu merasa hampa dan harus beradaptasi dengan keadaan tersebut.

Bahkan, beberapa ibu akan timbul perasaan cemburu dan merasa tidak dibutuhkan oleh anaknya sendiri ketika anak memiliki banyak waktu dan kebersamaan dengan teman-temannya di luar atau saat sibuk dengan begitu banyak tugas dan kegiatan pada media digital. Walau sedang bersama di rumah namun masing-masing sibuk sendiri dan tidak menyadari dengan kebersamaan itu.

Melihat urgensi dari isu tersebut, Female Digest bersama Y Clinic didukung oleh Danone Indonesia dan Nutrisi Untuk Bangsa menyelenggarakan Seminar Parenting dengan Tema “Mengatasi Empty Nest Syndrome, Mengatasi Kegalauan Saat Anak Sibuk dengan Dunianya” menghadirkan Narasumber dr. Yovi Yoanita (Praktisi Mental Health dan Founder Y Clinic), Dra. Febina Bartania, Psikolog dan Ani Berta (Praktisi Komunikasi).

Aula Y Clinic yang berlokasi di Bintaro ini dihadiri puluhan ibu yang semangat menimba ilmu dan mengaplikasikan dalam kehidupannya agar siap dalam menjalani perannya sebagai ibu, dapat menjadi anak yang hangat bagi para orang tuanya juga. Jadi, seminar ini tidak hanya untuk menyikapi problema kesedihan orang tua saat ditinggal anak namun saat mereka yang sudah menjadi orang tua terhadap orang tuanya yang masih ada.

Dra. Febina Bartani, Psikolog

Memahami Empty Nest Syndrome dan Solusinya

Sesi pertama oleh Psikolog Febina Bartania, mengajak semua peserta untuk memahami kondisi kegalauan saat anak menemukan dunianya sendiri dengan segala kondisi yang mengharuskan berkurangnya frekuensi kebersamaan.

Psikolog Febina menyarankan setiap orang tua untuk berdamai dengan berbagai kegalauan tersebut dengan mengubah mindset terhadap perkembangan anak, karena anak secara alami harus melewati berbagai fase pertumbuhan dan aktualisasi yang ekspresif. Hilangkan pikiran negatif dengan menumbuhkan kepercayaan bahwa anak melakukan berbagai kegiatan tersebut adalah bagian dari perjuangan untuk masa depan dan sebagai bagian dari bakti kepada orang tua.

“Merasakan sedih dalam kondisi ini adalah hal wajar dan nikmati kesedihan itu namun tidak perlu diratapi karena anak dan orang tua sedang sama-sama berjuang.” Kata Psikolog Febina.

Menciptakan bonding dengan tetap melakukan kegiatan bersama pada waktu-waktu tertentu. Jika anak jauh, bisa melakukan janjian dalam waktu yang ditentukan untuk kumpul keluarga. Walau tidak sering namun konsisten.

Komunikasi efektif juga sangat disarankan oleh Psikolog Febina mengingat melalui jalan komunikasi inilah semua pihak dapat memahami perasaan dan kondisi masing-masing. Komunikasi efektif dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak dan disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak. Mulai dari bahasa hingga penggunaan istilah-istilah. Pada saat berkomunikasi, usahakan tatap muka. Jika anak di luar kota atau luar negeri, gunakan video call, dengarkan setiap apa yang disampaikan anak, tidak memotong atau interupsi pembicaraan. Dengarkan dulu sepenuhnya apa yang disampaikan. Jika anak salah atau ada sesuatu yang tidak sepaham, hindari sikap judgement. Tunggu saat yang tepat untuk memberikan koreksi dan solusi, pilih saat kondisi anak sudah tenang dan pilih kata-kata yang suportif.

Walau anak telah mandiri, tetap selalu bertanya kesehariannya, libatkan diri dengan semua hal yang dijalankan anak walau tanpa sepengetahuannya, berikan apresiasi terhadap pencapaian-pencapaian yang diraihnya walau sekecil apapun. Usahakan selalu hadir dalam setiap moment pentingnya.

dr. Yovi Yoanita

Pendekatan Konsep Point Of You

Orang tua dengan kondisi Empty Nest syndrome perlu melakukan penataan hidup yang lebih terarah dengan proses adaptasi secara bertahap. Pada sesi kedua, dr. Yovi Yoanita menjelaskan efek rasa sedih berlebihan dan kondisi yang memberikan pukulan karena kekosongan dapat memengaruhi gangguan kesehatan secara langsung terutama pada gangguan psikosomatis.

“Dalam menjalankan peran sebagai ibu, kita jangan lupa dengan diri sendiri. Saat semua kebutuhan keluarga terpenuhi, lihat apa yang menjadi hak diri juga, antara kebutuhan beristirahat, beraktualisasi hingga berkarya agar menjadi manusia seutuhnya.” Kata dr. Yovi

Di sela paparan materinya, dr. Yovi memberikan praktik mindfulness dengan meditasi ringan dan asesmen dengan menggunakan media kartu bergambar yang dikorelasikan dengan kondisi masing-masing dalam merencanakan aksi yang dapat dilakukan dengan menuliskan kondisi saat ini secara jujur dilanjut mendorong semua peserta untuk melakukan progress dalam satu minggu ke depan setelah acara hingga seterusnya. Mengisi kekosongan dengan solusi-solusi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari tanpa memaksakan kehendak.

Setelahnya, beberapa peserta menyampaikan temuan-temuan hasil asesmen tersebut di depan semua peserta agar menjadi bahan evaluasi dan inspirasi.

Mengisi Kekosongan dengan Bijak

Sesi terakhir, Ani Berta Founder Female Digest memberikan ide dan motivasi kepada semua peserta untuk bersama-sama menggali potensi masing-masing dan memanfaatkan waktu luang saat tidak ada kegiatan atau kesibukan mengurus anak yang sudah mandiri. Berkarya dan menggali potensi serta memunculkan kembali mimpi-mimpi yang sempat terkubur agar hidup dapat lebih bernilai dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun sekitarnya. Termasuk memaksimalkan masa depan anak.

Tip mengisi kekosongan dengan bijak tersebut dapat dilakukan hal-hak berikut:

1. Tetap fokus pada perkembangan anak, selalu libatkan diri dalam berbagai kegiatan anak dengan atau tanpa kehadiran secara fisik.

2. Tingkatkan komunikasi asertif, yang mana orang tua dan anak dapat lebih memahami secara dalam tujuan masing-masing, sehingga apapun masalahnya akan selalu memperoleh titik temu yang baik karena orang tua dan anak dapat menyampaikan maksudnya tanpa ada kesalahpahaman atau rasa tersinggung jika ada persilangan pendapat.

3. Manfaatkan teknologi untuk produktif dari rumah, belajar digital marketing, konsisten menjadi kreator sesuai dengan skills dan ketertarikan terhadap sesuatu.

4. Berjejaring, gabung dengan komunitas yang sesuai dan ikuti acara-acara yang dapat memberikan pengayaan secara wawasan maupun skills.

5. Berkolaborasi

Kondisi Empty Nest Syndrome dapat diatasi jika setiap orang tua ada kemauan untuk belajar memahami diri dan sekitarnya juga ada dorongan untuk selalu belajar dari berbagai sisi. Bagaimana Sobat Female? Sudah siap menjadi orang tua yang memberikan hak anaknya secara utuh? Nantikan seminar parenting berikutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *